Laman

Selasa, 16 Oktober 2018

Konsep Ketuhanan dan LGBT

Bismillahirahmanirrahim.

Entah kenapa pemikiran tentang konsep Ketuhanan yang saya anut lagi banyak-banyaknya menguras tempat di otak maupun hati, dan sebisa mungkin akan saya jabarkan disini.
Bisa buat sharing, bagi bagi pemikiran, dan mungkin bisa menjawab beberapa pertanyaan yang
sama-sama kita pernah timbul di benak kita.

Sekarang lagi marak adu mulut soal LGBT, suka sesama jenis, bahkan disangkutpautkan sama bencana.
"LGBT haram, ngga inget apa kaum Nabi Luth?"
"Bencana ya datengnya garagara LGBT marak"

Memang bener, di agama saya, Islam, yang mayoritas di negeri ini, hubungan sesama jenis memang larangan Allah, hal yang dilaknat oleh Allah, dosa? ya memang dosa dipandang secara kepercayaan dan agama. Namanya juga kepercayaan, ada yang memercayai ada yang tidak.
Kepercayaan itu hubungannya vertikal, antara manusia dengan Allah, dengan Tuhannya.

Bagus juga mengingatkan saudara yang seiman untuk tidak terjerumus sesama jenis, mengingatkan pun ada etikanya, ngga usah secara terbuka dan secara personal aja agar tidak menjatuhkan dia didepan lainnya. Bahasa dan tutur kata juga perlu diperhatikan.
Kalau ngga satu kepercayaan ataupun kamu ngga kenal dia, yasudahlah, itu urusan dia.
Sudah jelas tertera di surah Al-Kaafirun, "Untukmu Agamamu, Untukku Agamaku"

Saya yakin kok mostly orang sudah tahu ayat ini dan sudah terbiasa membacanya ditengah doa dan bacaan shalatnya. Sudahkah diaplikasikan?

Allah itu Maha Pengasih dan Maha Penyayang, saya melihat banyak manusia yang belum bisa menangkap secara sepenuhnya maksud dari "Maha".
Konsep Maha dalam Allah SWT, konsep Maha yang ada pada Tuhan sungguh ngga bisa ditafsirkan oleh manusia secara penuh, Maha itu penuh rahasia, Maha itu konsep yang bener-bener kompleks.

LGBT memang ditentang oleh agama dan kepercayaan, lantas apakah Tuhan memerintahkan kita untuk menghukum mereka? Yang menghukum dan berhak atas segala sanksi atas larangan itu hanya Tuhan.
Hubungan sesama jenis memang dilarang keras oleh Allah, lantas apakah kita sebagai hamba yang masih sangat cacat ibadahnya pantas untuk menentukan surga dan neraka seseorang dari perbuatannya?
Apa pantas kita sebagai hamba yang hina jadi paling tahu tentang surga dan neraka?

Semua bermula dari banyaknya kejadian yang menyayat hati saya.
Disaat paman Rasulullah SAW mati dalam keadaan non-muslim, padahal beliau yang membantu Rasulullah dalam berdakwah.
Disaat orang-orang baik yang menyelamatkan negara, malah dianggap rendah karena non-muslim.
Disaat banyak orang baik yang hanya karena mereka beda kepercayaan, mereka tidak dihargai.
Ada dua perspektif gila yang muncul saat itu :
Tuhan yang egois atau masalahnya ada pada manusia?

Kembali ke konsep Tuhan itu Maha. Maha Mengasihi, Maha Penyayang, Maha Apa Saja, Maha Mengetahui.
Saya mulai berpikir, iya ya, memang larangan dan perintah itu ditujukan untuk kebaikan umat, namun siapa juga yang tahu seseorang akan masuk surga atau neraka, mau muslim maupun non-muslim. Tuhan kan lebih tahu, itu kan urusan vertikal manusia dengan Tuhan, kenapa manusia terlalu ikut campur?
Bisa aja yang merasa paling beriman dan benar malah yang masuk neraka.
Bisa aja yang kalian anggap kafir dan bejat yang dapat surgaNya.

Memang bener, craving for heaven will lead you to hell.
Alangkah lebih baiknya, kita lebih ikhlas dan tulus dalam beriman kepada Allah, nggak semata-mata haus akan merasa benar, jatuhnya tidak punya kemanusiaan.

Saya cukup muak yang selalu dengan mudahnya bilang ini masuk surga, itu masuk neraka.
Kalau memang beriman pada Tuhan yang Maha, ya jangan sok Maha. :(