Laman

Jumat, 09 November 2018

Malang, Vacuum of Power.

Assalamualaikuuuum,
Halo, jadi saya sendiri adalah salah satu proud citizen dari Kota Malang.
Bener-bener bangga deh, saya pernah bikin video pariwisata Malang dan setiap lihat ulang video itu rasanya kayak, wow keren juga kotaku.

Tapi kali ini yang bakal dibahas adalah dark side Kota Malang sendiri, yang mungkin
hampir semua orang yang update berita pasti tahu perihal apa.
Yes, mass corruption. (I added the link for the news below)

Mendengar berita yang begitu menyedihkan dan memalukan ini,
saya yang terkadang belajar sejarah menyimpulkan adanya Vacuum of Power secara de facto di Kota Malang, kenapa?
Vacuum of power saya ketahui sebagai istilah untuk kekosongan kekuasaan, dimana sebuah wilayah tidak dibawah kekuasaan siapapun. Indonesia pernah mengalami masa ini setelah Jepang kalah pada perang Asia Timur Raya,  saya yakin sebagian besar orang pasti sudah tahu tentang ini.

Tapi vacuum of power ini berbeda, karena apa?
Karena secara de jure, sudah ada yang menggantikan kedudukan mantan walikota kita (yang juga tertangkap oleh KPK) Moch Anton, digantikan dengan Sutiaji.
Karena secara de jure, roda pemerintahan di Malang masih berjalan.
Namun secara de facto, beda lagi ya menurut saya. Cacat banget.

Saya emang masih pelajar sih, bau kencur, tapi saya mau menilai dari satu kasus aja lewat perspektif sendiri.
1. Jadi, di Lapangan Rampal, sedang heboh nih, ada pentas lumba-lumba dan hewan lainnya yang diadakan sebulan dan berlangsung tiap hari. Padahal lagi ramai kan boikot sirkus hewan, lah ini berani beraninya pasang banner dimana-mana?
Ini saya dan banyak orang sudah koar-koar di medsos tapi tidak ada tindak lanjut.
Mau mengadu tapi kurang informasi dan publikasi harus lewat siapa agar suara kami masuk balai kota.

Disisi lain, lapangan rampal sangat berdekatan dengan yang namanya pusat pemerintahan, yakni Gedung DPRD dan Balai Kota Malang. Kalau dilogikakan, harusnya mendapatkan penanganan dan perhatian lebih dong karena jaraknya dekat. Kayaknya di Geografi ada materi ini, di bab tata kota.

2. Bapak Sutiaji, oh Bapak Sutiaji. Bahkan saya belum hafal muka walikota saya sendiri, karena memang tak familiar bagi saya.
Beda dengan zaman Abah Anton awal jadi walikota, everyone know him. Dia juga gencar dengan semboyannya 'Peduli Wong Cilik' dan memenuhi media dengan program-programnya ke desa sana desa sini, mengadakan pengajian yang begitu akbar saat ulang tahun Kota Malang, datang ke beberapa event di Malang, tentu banyak lah yang kenal dan merasa diperhatikan.

Saya memang kemarin coblos Sutiaji di kertas pilkada, tapi bukan karena saya dukung tokoh tersebut sepenuhnya. Cuman saya nggak mau punya wakil rakyat yang namanya lagi rusak, apalagi karena kasus korupsi, segerombolan pula. Nama baik itu salah satu asset paling besar, kawan.
Kebetulan kemarin 2 dari 3 calon ketangkap KPK, auto-win lah ya Sutiaji.

Nah, itu 2 poin yang membuat saya menyimpulkan Kota Malang lagi kosong-kosongnya kekuasaan.
Pertama, rakyat nggak merasakan adanya rangkulan dari pemerintah, gak ada koneksi dan transparansi, kita bingung diayomi oleh siapa.
Kedua, merasa bahwa walikota kita yang baru nggak terlalu turun tangan ke rakyat, jadi berasa hidup sendiri-sendiri. Bagaimana rakyat mau percaya kalau kayak gini?
Partisipasi politik di Malang jatuh drastis.

https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-45405591

https://nasional.tempo.co/read/1123920/anggota-dprd-kota-malang-yang-lolos-korupsi-berjamaah