Laman

Minggu, 24 November 2019

Sisi Lain


Heran, mau iri, juga bukan sesuatu untuk diberi iri.
Tapi aku benar-benar nggak habis pikir sama bagaimana keluargaku memandang anak-anaknya.
Mungkin salahku juga karena nggak berani untuk open sejak lama.
Walaupun berusaha open pun, tanggapannya bukan sesuatu yang aku inginkan.
Kakakku baru mau dapat setahun merantau untuk kerja, sepertinya ada masalah sama salah satu rekan dekatnya, atau dengan kerjaannya, aku nggak tahu persis detailnya.
Dia down, salah satu momen paling down di hidupnya, dan dia jadi lebih sering nangis,
dia memberanikan diri untuk diajak ke psikiater untuk check-up, dan aku sangat mendukung itu.
Pada awalnya aku sempat dengar, kalau ayahku menganggap ke psikolog itu berlebihan,
memang untuk beberapa orang, mental illness masih sangat terdengar tabu ya?
Untungnya di akhir semua orang setuju dan mendukung untuk dia konsultasi ke ahli psikologi.
Kadang aku juga berusaha untuk ajak dia bicara kecil-kecilan, ajak nonton film bareng, berharap dia lebih terasa ditemani dan didukung, biar dia nggak jadi orang seperti aku.

Hari ini,
Selagi aku mengerjakan tugas dan deadlineku, aku mendengar percakapan antar nenek dan ibuku,
mereka terlihat sangat khawatir selagi kakakku kembali merantau beberapa menit lalu.
"Gimana kabarnya? Masih sedih sedih aja?"
"Udah nggak nangis, tapi masih belum mau cerita"
"Gimana ya caranya, dia emang agak diam, kita harus apa"

Disisi lain, aku senang dia dapat banyak perhatian, banyak cinta, mungkin karena dia yang paling jauh.
Disisi lain, aku iri, aku nggak pernah bilang isi kepalaku seperti apa, aku nggak pernah bisa bilang aku sudah puluhan kali untuk mencoba bunuh diri di rumahku sendiri.
Disisi lain, aku sedih, bahkan saat aku pernah benar-benar hampir mati, yang datang dan menggedor pintu rumahku, memaksa masuk, bahkan salah satu teman terdekatku, bukan penghuni rumah.
Yang kata nenekku, "dia siapa? kok gedor gedor pintu banget gitu sih."
Disisi lain, semua orang ini nggak menyadari bahwa hanya dalam beberapa langkah di sebelahnya,
ada salah satu penghuni rumah yang sudah bertahun-tahun menjalani deritanya sendiri.
Ada salah satu penghuni rumah, yang sore kemarin, baru saja naik loteng atas karena pikirannya untuk mati kembali datang, berakhir menangis habis-habisan.
Heran aja aku, sebegitu butanya kita jadi manusia.

Sekarang kalian tahu kan kenapa aku sangat amat ingin punya jarak yang terlampau jauh?
Karena aku sudah jauh terlampau dari merasa dihargai disini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar