Laman

Kamis, 09 Juni 2016

Rumahku Malapetakaku



Rumahku Malapetakaku
Sirna sudah bahak tawaku
Jikalau kaki ini mulai menginjak pagar hitam itu
Dan berubahlah diriku
Menjadi pribadi dengan tatapan mata yang kejam
Yang enggan peduli
Apalagi sekedar mengembangkan senyum

Rumahku Malapetakaku
Bukan surga layaknya kata pepatah
Bingkai dan rupanya yang mewah
Tembok dengan ukiran megah
Menyamarkan hati-hati yang pasrah
Cinta yang telah patah
Menutupi banyaknya amarah
Di dalam rumah

Rumahku Malapetaku
Bagaimana aku bisa mencintainya
Seperti seorang musafir yang merindukan tempat tinggalnya
Bagai perantau yang meninggalkan kampung halamannya
Teriakan bising memecah telinga
Menggerutu, terus menggerutu
Mencaci, menyalahkan, menyuruh.
Mengundang emosi
Walau pada akhirnya semua selalu sama
Aku yang salah, dia bebas berkehendak.

Rumahku Malapetaku
Tak ada yang mau mengerti
Begitupun diriku yang sudah gila ini
Ayah yang pasrah dan mencoba tabah
Raut wajah Ibu yang lelah dan berubah
Kakak yang sibuk dengan dunianya
Dan disinilah aku
Mencoba bersandiwara
Menjadi yang jahat dan liar
Agar tak penat beban pikiran

Rumahku Malapetakaku
Anugerah Tuhan yang diberikan kepadaku
Tujuannya menguatkanku
Tapi apa daya aku hamba yang hina
Jiwaku malah bergejolak
Bukannya setenang surut ombak

Rumahku Malapetakaku
Aku merasakan bagaimana rasanya membenci makhluk
Mengalami hidup dengan sesuatu yang dibenci
Belajar tentang hancur
Mengulangi materinya setiap pagi dan malam
Hingga aku mengerti benar
Aku menginginkan salah satu dari kami pergi
Dia yang mengemasi barang-barangnya
Atau aku yang takkan mau kembali

Rumahku Malapetakaku
Percayalah bahwa cinta mampu tumbuh
Begitu pula rasa bencimu




Tidak ada komentar:

Posting Komentar